Makalah Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya – Banyak literatur menunjukkan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap layanan keuangan mempunyai dampak signifikan terhadap upaya pengentasan kemiskinan. Menurut Xiaoqiang Cheng dan Hans Degryse (2010), pertumbuhan ekonomi yang tinggi didukung oleh sektor keuangan, baik perbankan maupun non-perbankan. Perkembangan sektor perbankan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa layanan perbankan seperti penyaluran kredit dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Nengsih, 2015). Bertentangan dengan pernyataan di atas, pertumbuhan ekonomi di Asia tidak didukung oleh akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Akses masyarakat Indonesia terhadap lembaga keuangan juga rendah. Berdasarkan data Indeks Inklusi Keuangan Global Bank Dunia (2011), indeks inklusi keuangan Indonesia diklaim hanya sebesar 19 persen. Hal ini masih tertinggal jauh dibandingkan negara lain seperti Malaysia 66 persen, Filipina 26 persen, Thailand 77 persen, Vietnam 21 persen, India 35 persen, Tiongkok 63 persen, Rusia 48 persen dan Brazil 55 persen (Nengsih, 2015). Oleh karena itu, peningkatan partisipasi masyarakat dalam penggunaan jasa keuangan merupakan isu penting dalam agenda politik beberapa negara berkembang, yang memiliki sistem perbankan dan keuangan terbelakang dan seringkali hanya ingin melayani nasabah berpenghasilan tinggi atau perusahaan besar, karena penyebaran jasa keuangan.
Pelayanan keuangan yang tidak merata menghambat pertumbuhan dan perkembangan beberapa usaha kecil dan keluarga miskin. Menurut temuan penelitian laporan Bank Dunia “Peningkatan Akses terhadap Jasa Keuangan di Indonesia 2009”, bank umum yang mendominasi sektor keuangan Indonesia hanya melayani sebagian kecil rumah tangga di Indonesia. Dalam hal akses terhadap permodalan (kredit), hanya 17% dari total penduduk Indonesia yang meminjam dari bank, dan sekitar sepertiganya meminjam dari sektor informal. Berdasarkan hal tersebut, sekitar 40% penduduk Indonesia termasuk dalam kategori marginal dan marginal dalam hal akses terhadap kredit. Alasan utama tidak mendapatkan pinjaman adalah dokumen yang tidak lengkap, yang merupakan masalah sekunder yang menunjukkan tidak adanya jaminan. Rendahnya akses terhadap jasa keuangan tidak hanya disebabkan oleh terbatasnya penetrasi perbankan, namun juga terbatasnya pendidikan, terbatasnya akses transaksi pembayaran, terbatasnya akses terhadap tabungan, terbatasnya akses terhadap kredit, dan terbatasnya akses terhadap layanan asuransi. Hal ini juga disebabkan karena masyarakat miskin tidak memiliki jaminan yang cukup yang dibutuhkan bank untuk memperoleh pinjaman, dan pemilik lembaga keuangan tidak tertarik pada sektor ini. Dalam implementasinya, lembaga keuangan tidak dapat dibatasi dengan memperluas akses masyarakat terhadap sektor keuangan formal dan meningkatkan minat masyarakat untuk memiliki saham.
Makalah Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya
Rekening tabungan di bank, namun insentif yang lebih besar harus diberikan untuk memberikan peluang kredit/kredit mikro, baik bagi perorangan maupun UKM. Didin S Damanhuri, Kepala Ekonom Institute for Economic and Financial Development (Indef), mengatakan perbankan harus mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pelaku usaha dapat mendorong pertumbuhan ekonomi seiring dengan konsumsi pemerintah dan masyarakat. Ia mengatakan hingga saat ini perbankan belum mengoptimalkan penyaluran kredit kepada pelaku UKM, hanya melayani kebutuhan pembiayaan pengusaha besar. Namun menurut ini
Makalah Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya
Pelaku UMKM merupakan investor terbesar dalam struktur perekonomian, sehingga jika pelaku UMKM tidak didukung akan menghambat pertumbuhan ekonomi. UKM merupakan 99,98 persen struktur dunia usaha, sehingga hanya 0,02 persen yang merupakan pengusaha besar, namun 90 persen pinjaman perbankan diberikan oleh pengusaha besar. Oleh karena itu, perbankan hanya fokus pada pelaku korporasi besar dan kurang memberikan perhatian pada UKM, sehingga mereka terus kesulitan mendapatkan pembiayaan pinjaman. Jika pembiayaan yang diberikan perbankan menjangkau seluruh pelaku UKM, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7-8%. Ketika bank memfasilitasi pembiayaan
Maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih adil, berkeadilan, berkelanjutan dan berkualitas (Sukamto, 2015). Keuangan inklusif merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan sistem keuangan yang masih belum optimal menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat miskin, hampir miskin dan kelompok rentan lainnya. Dengan harapan keuangan inklusif dapat meningkatkan kesempatan kerja dan menjadi alat pemerataan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang disahkan oleh DPR pada tanggal 11 Desember 2012. Lahirnya lembaga keuangan mikro didorong oleh dominasi lembaga keuangan
Makro yang menggerakkan roda perekonomian di Indonesia. LKM mempunyai modal yang besar dan dijalankan dengan sistem yang kompleks, sehingga menyulitkan masyarakat kelas menengah dan bawah untuk mengakses dana dari LKM. Lembaga keuangan syariah sebagai lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Islam harus mempunyai misi dan visi yang tidak hanya sekedar mencari keuntungan, tetapi juga memenuhi fungsi sosial bagi perkembangan umat Islam dan pembangunan umat manusia pada umumnya. Perbankan syariah harusnya bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, terutama mereka yang berada di kelompok piramida penduduk terbawah. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik dengan hal tersebut
Untuk menggunakan produk dan layanan keuangan formal, seperti pilihan tabungan yang aman (manajemen kustodian), transfer, tabungan, tetapi juga pinjaman dan asuransi. Hal ini dicapai tidak hanya dengan menawarkan produk dengan cara yang benar, tetapi dengan menggabungkan berbagai aspek. Strategi keuangan inklusif bukanlah inisiatif yang berdiri sendiri. Komitmen terhadap keuangan inklusif tidak hanya berkaitan dengan tugas Bank Indonesia saja, namun juga dengan regulator, kementerian, dan lembaga lain dalam upayanya memberikan layanan keuangan kepada masyarakat luas. Melalui strategi integrasi keuangan nasional, mereka berharap kerja sama antar lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan dapat terlaksana dengan baik dan terstruktur. Keuangan inklusif penting dan mendesak karena masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses terhadap sektor keuangan formal. Selain itu, sektor keuangan formal merupakan barang publik, sehingga seluruh warga negara berhak mengakses berbagai produk dan layanan keuangan formal yang berkualitas, tepat waktu, nyaman, transparan, dan terjangkau. Oleh karena itu, akses terhadap produk dan layanan keuangan formal harus terjamin bagi seluruh lapisan masyarakat, dengan perhatian khusus diberikan kepada kelompok masyarakat miskin berpendapatan rendah, kelompok miskin produktif, kelompok pekerja migran, dan kelompok masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Kamalesh Shailesh C. Chakrobarty (2011) mengatakan bahwa inklusi keuangan mendorong
Bulan Inklusi Keuangan: Wujudkan Akses Keuangan Untuk Semua .:: Sikapi ::.
Menciptakan tabungan dan budaya menabung, meningkatkan akses terhadap kredit – baik wirausaha maupun konsumen – dan memungkinkan mekanisme pembayaran yang efisien, meningkatkan basis sumber daya lembaga keuangan yang mampu memberikan manfaat ekonomi sebagai sumber daya, ketersediaan mekanisme pembayaran yang efisien dan alokatif diperkuat. Bukti empiris menunjukkan bahwa negara-negara dengan populasi besar tidak memiliki akses luas terhadap lembaga keuangan sektor formal dan memiliki tingkat kemiskinan dan kesenjangan yang lebih tinggi. Dengan demikian, inklusi keuangan saat ini bukanlah sebuah pilihan, namun sebuah kebutuhan, dan perbankan merupakan motor penggerak utama dalam mencapai inklusi keuangan (Nengsih, 2015). Di Indonesia, integrasi keuangan atau inklusi keuangan baru dimulai pada tahun 2010. Bank Indonesia meluncurkan Strategi Nasional Keuangan Inklusi (NSFI) untuk memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan. Hingga saat ini, 32% masyarakat atau 76 juta jiwa belum memiliki akses terhadap layanan keuangan sama sekali (financialclusion). Selain itu, 60-70% usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) belum memiliki akses terhadap layanan perbankan. Meski hampir 53 juta masyarakat miskin bekerja di sektor UMKM, namun mereka mempunyai potensi yang sangat besar dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Partisipasi lembaga keuangan dalam pengembangan inklusi keuangan
Cara yang tepat adalah dengan mengembangkan program yang tidak hanya mengandalkan akumulasi tabungan atau pinjaman berbunga rendah, namun berpartisipasi aktif dalam pengentasan kemiskinan melalui pembangunan keluarga dan dapat memberikan kredit yang lebih luas bagi keluarga miskin. Pénzügyi Bebogadás bukan sekadar lembaga perbankan, bukan sekadar mendapatkan pinjaman. Namun lebih pada bagaimana mereka yang belum pernah menabung atau menggunakan fasilitas kredit diberikan kesempatan untuk menabung dan mengakses kredit sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Partai Rakyat. Untuk mewujudkan inklusi keuangan tentunya diperlukan lembaga keuangan yang terhubung langsung dengan masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Salah satu keuangan mikro berbasis syariah adalah baitul mâl wat tamwîl. Operasional BMT dilakukan dengan bantuan anggotanya di samping prinsip dasar syariah, sehingga model pendekatan ini menimbulkan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi di antara para anggotanya. Lembaga keuangan mikro seperti BMT berperan penting dalam mengembangkan perekonomian masyarakat melalui berbagai peluang keuangan mikro. Hal ini tidak lepas dari kemudahan akses oleh masyarakat. Dalam rangka mengoptimalkan peran BMT dalam pengembangan sektor perekonomian riil, maka fungsi BMT adalah pada bidang penyaluran dana, terutama:
Bentuk pembiayaan diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud secara bersama dan berkeadilan (Hermansyah, 2014). Kegiatan keuangan inklusif diharapkan dapat mendukung stabilitas keuangan, yang merupakan landasan utama bagi pembangunan ekonomi yang sehat. Secara makro, kegiatan ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang semakin inklusif dan berkelanjutan serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan visi dan tujuan nasional, Inklusi Keuangan dirumuskan untuk menciptakan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, pemerataan pendapatan dan menjamin stabilitas untuk menciptakan sistem keuangan di Indonesia. Tujuan inklusi keuangan dijabarkan dalam berbagai tujuan sebagai berikut: a). Menjadikan strategi keuangan inklusif sebagai bagian dari grand strategi pembangunan ekonomi, pengentasan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan, b). Penyediaan jasa dan produk keuangan yang memenuhi kebutuhan masyarakat, c). Memperluas pengetahuan masyarakat mengenai jasa keuangan. Kendala utama integrasi keuangan adalah rendahnya tingkat literasi keuangan. Pengetahuan ini penting agar masyarakat merasa lebih aman ketika berhubungan dengan lembaga keuangan, d). Meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan. Hambatan bagi masyarakat miskin
Perhatian khusus diberikan kepada masyarakat di daerah terpencil. Kesenjangan akses terhadap layanan keuangan